Mar 21, 2005 19:50
Puluhan Anak ‘Ingusan’ Jadi Korban Pedofil Bule di Bali
Tabanan, (Analisa)
Tidak kurang dari 80 anak usia "ingusan" antara lima sampai 13 tahun, telah menjadi korban nafsu seksual para pedofil yang umumnya berkedok dermawan dan pelancong dari sejumlah negara.
Anak-anak "ingusan", terjebak dalam keganasan si "bule" yang memiliki kelainan seksual tersebut, setelah terlebih dahulu mereka dibujuk rayu bahkan diiming-imingi uang dan hadiah lainnya, kata Ketua "Committee Against Sexual Abuse/CASA" Prof Dr dr LK Suryani SpKJ, di Desa Apuan, Kabupaten Tabanan, Minggu.
Ditemui di sela-sela acara pernikahan putri pelukis kondang Made Wianta, Ketua Casa menyebutkan, lokasi yang selama ini dijadikan sasaran bagi para pedofil asing tersebut, antara lain kawasan pantai Lovina Buleleng, Kuta, Ubud dan di daerah pedalaman Kabupaten Karangasem.
Para pedofil sengaja mencari korbannya di obyek-obyek wisata, atau di daerah pedalaman Karangasem yang lokasinya di perbukitan, dan cukup sulit dijangkau, ucapnya.
Di daerah-daerah tersebut, para pedofil sering tampil sebagai "pahlawan" dengan dalih ingin menyelamatkan anak bangsa. Namun buktinya, mereka adalah penjahat seksual, kata Suryani, geram.
Menyinggung tertangkapnya pedofil asal Prancis, Heller Michele Rene (56), dengan tiga korbannya di Karangasem, baik Suryani maupun Rucina Ballinger, aktivis CASA asal Amerika Serikat, menyebutkan, korban aksi pedofilia umumnya bagai fenomena gunung es.
Artinya, korban yang nampak di permukaan merupakan bagian terkecil dari jumlah pesakitan yang sesungguhnya. Mengingat itu, dari tiga korban yang muncul dalam kasus Rene, di bawahnya kuat dugaan masih "tertimbun" puluhan yang lainnya, kata Ballinger.
Tersangka Rene yang tertangkap di Karangasem, kini masih ditahan pihak Polda Bali untuk kepentingan pengusutan lebih lanjut.
20 PEDOFIL
Mengenai jumlah pedofil yang kini berkeliaran, Suryani mengungkapkan, dari hasil pengamatan pihaknya, tidak kurang dari 20 "bule" berkelainan seksual masih bebas berkeliaran di Pulau Dewata.
"Mereka masih bebas, sehubungan kerja mereka begitu terorganisir dengan baik, sehingga polisi kesulitan untuk dapat membuktikannya," katanya.
Selain itu, masyarakat yang menjadi korban tak banyak yang bersedia melaporkan kasusnya, karena mereka anggap hal tersebut sebagai sesuatu yang aib, ujar Ballinger.
Prof Suryani mengajak semua pihak harus "perang" terhadap pelaku seksual yang dapat menghancurkan masa depan anak-anak itu.
Betapa tidak hancur, ujar psikiater yang juga gurubesar pada Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (Unud) itu, mengingat tidak sedikit korban aksi pedofilia yang kemudian mengalami depresi berat.
Dikatakan, sejumlah anak korban aksi fedofil Mario Mannara (57), turis asal Roma, Italia, yang sempat direhabitasi pihaknya, rata-rata mengalami gangguan jiwa cukup berat.
"Mereka sering berteriak-teriak ketakutan tanpa sebab-sebab yang jelas. Ini akibat 'racun' pedofilia yang telah merasuk pada jiwa mereka," ucapnya dengan nada kencang. (Ant)
source: Harian Analisa, Maret 21, 2005.