Haha..judulnya panjang tapi tidak sepanjang isinya ^^ Sebenarnya, fic ini adalah extended version dari fic dengan tema yang sama di twitter. No Plot or story line, just Fluff (sorry, sorry). Oh ya, judulnya diambil dari lagu Bruno Mars - Just The Way You Are. Sementara ceritanya (jika ada) dari gambar ini:
dan ini:
Dan maaf kalo bahasanya campur-campur, kissing scene dalam Bahasa Indonesia membuatku.... ^^
A/N: All characters belongs to Mr. Nolan and all pics belongs to genius photosposher out there. Me, only have dirty mind
Eames loves Arthur’s smile.
Ketika Arthur tersenyum, muncul lekukan dalam di kedua pipinya. Bibirnya akan membentuk lengkungan yang mati-matian coba ditutupi dengan jemarinya. Dan kerutan di sudut matanya, membuat Arthur terlihat lebih manusia, tanpa topeng kesempurnaanya. Bagi Eames, ketika Arthur tersenyum, bumi pun berhenti berputar hanya untuk melihat senyumnya. Dan Eames akan melakukan apa saja demi untuk melihat senyum itu merekah kembali, meski harus menyusup ke dalam limbo sekalipun.
“Eames”
“Eames!!”
“Yes, sweatheart…,” Eames tersentak. Waktu benar-benar terasa berhenti baginya.
“Apa yang kau lihat?”
“Kamu dan senyummu…”
“Tutup mulutmu, Mr. Eames!”
Lihat, dia melakukannya lagi. Dia akan membuang mukanya untuk menyembunyikan rona merah di wajahnya dan senyum tipis di bibirnya. Oh darling, kau manis sekali.
“Your smile is priceless, love. And I want to keep it for my self,” and Eames silencing Arthur’s mouth instead with his. Testing his sweet lip and swallowing his sweet smile only for him.
“Eames, kau melupakan sesuatu?,” kata Arthur sambil menahan wajah Eames dengan tangannya. Eames tidak menjawab, masih mencoba mengejar bibir Arthur.
“We’re still in the warehouse and everyone is staring at us,” Arthur melepasakan diri dari pelukan Eames melangkah ke meja kerjanya.
Eames mengedarkan pandangannya. Dia melihat Ariadne berwajah pucat-pasi, Yusuf meledakkan salah satu tabung percobaannya, dan Saito…
“Sial, aku tak memegang handy-cam ku..,” ucapnya sambil mengepalkan tangan.
“Eames, kita harus bicara,” kata Cobb dengan wajah jangan-ganggu-anak-gadisku-atau-kau-mati.
“Yeah, it’s worth a shoot…”