Apr 09, 2014 15:40
Yuta Drabble part 1(?)
Pairing: Matsuo Takashi x Murata Yuki
Genre: Romance, Shounen ai
Rating: PG-15
Takashi terbangun. Ia menyadari ternyata perjalanan belum sampai. Disebelahnya terlelap sesosok Yuki yang tidur dengan pulasnya. Kepalanya terayun kesana kemari mengikuti gerakan bus ini berjalan.
Takashi menatapnya, "Kau pasti lelah ya.." ucapnya cukup pelan.
Perlahan, Takashi mengulurkan tangannya meraih kepala Yuki yang tertunduk menuntunnya untuk bersandar pada pundaknya sampai ia dapat merasakan lembutnya rambut Yuki di pipinya. Ia mengusap wajah tertidur Yuki sambil tetap menatap wajahnya.
"Kirei na.."
--------------------------------------
"Minna! Hayaku!!" ucap Kai dengan semangatnya sambil menunjuk-nunjuk bianglala yang begitu besar berdiri didepan mereka. Yuki berjalan perlahan sambil menatap kagum pada bianglala yang begitu indah bersinar dengan terangnya di malam hari.
"Ah, chotto kita ada berlima, apa sebaiknya dibagi dua?" tanya Yusuke pada yang lainnya.
"2-3? Baiklah.. " kata Takuya.
"Kalau begitu aku, Yuki, dan Takashi akan bertiga~" ucap Yusuke yang langsung membuat keputusan.
Yuki yang mendengar hal itu sedikit kecewa. Tapi apa boleh buat, toh, ia masih bisa bersama Takashi. Kalaupun ia meminta, ia takut ketahuan dengan Takuya dan Yusuke bahwa ia dan Takashi pacaran, lagi pula hanya Kai yang mengetahui hal ini. Ketika Kai menyadari raut wajah Yuki berubah, ia langsung menimpali Yusuke, "Yusuke! eetto... Ah iya! Aku ingin minta foto yang tadi kita ambil dari ponselmu. Makannya kau bersama aku dan Takuya!"
"Eh~ Nande..."
"Sudah ikuti saja!" ucap Kai dengan nada sedikit memaksa. Sesaat Takashi melirik Kai yang tengah sibuk membujuk Yusuke.
'Arigatou ne' ucap Takashi tanpa suara. 'Sudah, cepat sana' balas Kai sambil memberi kode untuk segera pergi dengan Yuki.
"Ayo, Yuki" Takashi menarik tangan Yuki menuju pintu masuk wahana tersebut.
--------------------------------------
"Nee, Yuki.." ucap seorang pria yg berdiri dihadapannya pelan. "Mm?"
"Yuki, Samui? " tanya pria tersebut. Terlihat tangan milik seorang bernama Yuki itu bergetar menandakan begitu dinginnya saat itu.
"Ayo mendekatlah.." pria dihadapannya seketika menarik kedua lengan bergetar tersebut membawanya hingga menempelkannya ke kedua pipinya yang hangat. "Ta-Takashi..?" wajah Yuki merona, menyadari jarak muka pria dihadapannya hanya beberapa centi dari batang hidungnya. Ia dapat merasakan hembusan nafas hangat menerpa wajahnya yang memerah.
"Yappa, samui na.." dipegangnya erat kedua tangan Yuki yang beradu di kedua pipinya. Perlahan, ia melepaskan syal tebal yang ia kenakan dan melilitkannya sebagian diantara leher dingin Yuki, sehingga keduanya saling terhubung satu sama lain.
"Tenang saja, aku akan membuatmu hangat." kedua mata Yuki melebar. Dahi mereka saling bersentuhan, nafas mereka saling beradu, tidak ada jarak lagi diantara mereka. Yuki terdiam tak berani menatap pria bernama Takashi itu. Ia menutup kedua matanya. Ia hanya bisa menikmati kehangatan yang diberikan dari pria yang ia cintai itu.
Yuki terbangun.
'Mimpi?' tanyanya dalam hati. Setitik air mata terasa diujung matanya, mengalir perlahan menuju pipinya. 'Ah.. Apa yang aku mimpikan barusan? Hnn? Air mata?' Yuki mengusap air matanya yang mengalir tak henti dari kedua matanya.
Mimpi itu membangkitkan rasa rindunya.
'Kenapa aku menangis?'
--------------------------------------
Setelah live dihari itu, Yuki menemukan sesosok Takashi tertidur pulas di atas sofa di ruang ganti.
"Takashi? Kau tidur?" Yang ditanya tak menjawab.
Yuki mendekati sosok bertubuh besar itu, duduk tepat disebelahnya. Baru kali ini ia melihat kekasihnya tidur sepulas ini. Yuki membelai rambut halus Takashi, tangannya menyeka poninya yg menutupi sebagian wajahnya.
Yuki menatap wajah Takashi cukup lama, wajahnya yang tertidur sungguh terlihat tak berdosa. Perlahan Yuki mengelus rambut Takashi lembut. Ia sangat menyukai sosok Takashi yang seperti ini, sisi yang jarang ia perlihatkan. Begitu bersih dan polos seperti seorang anak kecil, membuatnya ingin memeluknya. Tapi bagaimana pun juga Takashi lebih muda darinya, meskipun tidak terlihat secara fisik.
Lama kelamaan menatapnya entah kenapa membuat Yuki gemas, ia tak tahan ingin memeluknya. Namun rasanya ia akan bersalah jika ia sampai membangunkannya.
"Yuki..." Terdengar namanya dipanggil perlahan oleh sosok yg sedang dikaguminya itu.
"Eh?" Yuki tertawa kecil, "Hmm.. Kau mengigau ya.."
Tanpa ia sadari, tangan kanan Takashi sudah menggenggam erat jemari Yuki. Hal tersebut membuat Yuki menebak nebak dalam pikirannya; apa yang sedang dimimpikan oleh pria yang di hadapannya itu? Apa ia sedang memimpikannya?
Yuki tersenyum manis, kedua matanya tetap tak lepas dari Takashi. Perlahan, Yuki mendekatkan wajahnya. Nafas lembut Takashi dapat ia rasakan mengenai wajahnya. Sesaat, Yuki mempertemukan bibir mereka, mengecupnya, sangat lembut. Sebentar kemudian Yuki melepaskan ciumannya. Ia tetap tak ingin membangunkannya.
"Yuki.. suki... da.. yo..."
Takashi masih mengigau, seakan memberi kata kata balasan untuk ciumannya. "Ore mo.." ucap Yuki pelan sambil tetap tersenyum.
Kemudian ia melepaskan genggaman Takashi dan beranjak mengambil selimut kecil dipinggir sofa. "Tidurlah yang nyenyak. Oyasumi.." Yuki menyelimuti Takashi dan mengelus rambutnya sekali lagi sebelum ia pergi meninggalkan Takashi.
--------------------------------------
Perasaan Takashi berkecamuk begitu ia mendapat e-mail singkat dari Yusuke;
"Takashi! Yuki tidak ada di kamarnya. "
Pesan itu membuat Takashi panas dingin. Dengan cepat ia menekan nomor kontak Yusuke, menelponnya. Yusuke berkata bahwa disana orang orang tengah sibuk mencari Yuki. Mereka tidak bisa menemukannya dimana pun.
"Baiklah, aku akan segera kesana!" Takashi memutus sambungan dan segera berlari keluar dari stasiun menuju rumah sakit.
Sial..
Yuki, nande...
Takashi berlari sekuat tenaga tak peduli seberapa jauhnya jarak dari stasiun menuju rumah sakit. Perasaannya bercampur aduk, dan sungguh, ia sangat khawatir mengingat kondisi Yuki saat ini.
Sesampainya di rumah sakit, ia langsung menuju kamar Yuki, berharap Yuki sudah duduk manis di ranjangnya. Namun sayang, yang ia temukan hanya kamar kosong dan Yusuke yang sedang duduk menunggu kedatangan Takashi.
"Bagaimana? Yuki sudah ketemu?" ucap Takashi tergesa-gesa sambil mengatur nafasnya.
"Belum, beberapa suster masih sedang mencarinya.. Aah doushiyou.." kata Yusuke.
"Bagaimana dengan ibunya?"
"Obaasan sedang kembali dulu ke rumahnya untuk mengambil keperluan. Aku sudah mengontaknya."
Yuki meninggalkan ponselnya di ranjang. Bahkan ia tidak menggunakan kursi roda. Takashi tak bisa membayangkan bagaimana kondisinya sekarang. Takashi segera berlari mencari Yuki ke seluruh penjuru rumah sakit. Ia takut menemukan Yuki tergeletak di suatu tempat ataupun di luar gedung, mengingat cuaca dingin di luar sana. Ia sampai tidak menghimbau peringatan berkali kali yang diucapkan oleh para suster ataupun dokter untuk tidak berlari di dalam gedung.
Yuki...
Dimana kau..?
Berbagai tempat ia datangi, namun hasilnya sama saja. Ia tidak bisa menemukannya. Takashi sudah hampir menyerah, tapi ia tidak bisa membiarkan begitu saja orang yang dicintainya dalam keadaan seperti ini.
Ketika ia sampai di atap gedung rumah sakit, ia menemukannya; tengah duduk terkulai lemas di sebuah kursi panjang. Hanya sendiri, diam sambil menatap pemandangan kota. Di udara sedingin ini ia hanya mengenakan piyama rumah sakit yang dibalut jaket tipis. Wajahnya yang pucat tak menampakkan ekspresi apapun. Ditangannya terdapat bercak darah segar, begitupun di sekitar bibirnya.
Takashi segera berlari menghampirinya. Tanpa berkata apapun ia langsung mendekap Yuki dengan erat, sangat erat, seakan ia tak akan pernah melepaskannya.
"Apa yang kau lakukan!? Sungguh, kau membuatku khawatir setengah mati.." ucap Takashi yang memeluknya sambil mengusap kepala Yuki. Nada bicaranya sedikit bergetar, seakan ia menahan tangis. "Kau tidak apa apa kan?"
"Takashi? Kau mencariku?" tanya Yuki begitu pelan.
".......Tentu saja. Aku mencarimu kemanapun. Semua orang mencarimu." balas Takashi yang masih menahan tangis. "Syukurlah aku menemukanmu. Aku tidak tahu harus bagaimana jika kau menghilang dan tak pernah kembali."
Yuki tak merespon.
Takashi melepas pelukannya lalu menatap wajah datar Yuki yang ikut menatapnya. Takashi bisa melihat bekas jejak air mata di kedua pipi Yuki dan perlahan ia mengusapnya. Takashi yang menyadari begitu dinginnya Yuki, segera melepaskan jaketnya dan memakaikan pada tubuhnya sambil berlutut dihadapannya.
"Pakailah ini. Kau pasti kedinginan."
Saat memakaikannya, ia dapat merasakan tubuh Yuki semakin mengurus. Kondisinya benar benar semakin parah tiap harinya. Hal ini membuat dada Takashi terasa sakit.
Pandangan Takashi tiba-tiba teralihkan oleh bercak darah yang cukup banyak di tangan dan bibir Yuki. Kemudian ia mengeluarkan sapu tangan dan mulai membersihkan darah darah tersebut. "lagi-lagi batukmu kambuh ya?"
"Takashi..."
"Hmm..?" kata Takashi yang masih menunduk sambil membersihkan tangannya.
"........Aku takut..."
Takashi mengangkat kepalanya.
"....apa aku bisa bertahan lama?"
Suaranya begitu kecil dan rapuh hampir tak terdengar. Raut wajahnya berubah terlihat sangat sedih. Kedua matanya mulai berkaca-kaca.
Takashi hanya bisa terdiam tak tahu harus menjawab apa. Tapi bagaimanapun ia tak bisa mengatakan yang sebenarnya;
Hidup Yuki yang tersisa hanya tinggal dua bulan lagi.
"Ak-aku.. Aku tak ingin meninggalkanmu..." Yuki mulai menitikkan air mata. Dada Takashi terasa sangat sesak, ia tak tega melihatnya. Sekali lagi ia meraih pundak Yuki dan menariknya hingga ke pelukannya.
".....Aku ingin terus berada di sisimu.." ia masih melanjutkan. Yuki menggelamkan wajahnya di pundak Takashi. Air matanya membasahi bajunya. Tangannya menggenggam erat pundak Takashi bahkan sampai mencengkramnya.
Takashi tak bisa menahan air matanya. Tetes air mata mulai membasahi di kedua pipinya. "Daijoubu dayo. Aku yakin kau akan sehat kembali.." ucap Takashi pelan di telinga Yuki sambil mengeratkan pelukannya.
".....dan aku akan selalu di sisimu sampai kapanpun. Aku akan terus melindungimu.."
"..karena aku mencintaimu."
*ebidan,
*choutokkyuu,
*fanfic,
*matsuo takashi,
*murata yuki,
*bl