Jun 09, 2014 15:27
Sorry guys, this post will be in Bahasa Indonesia.
Oke, saya benar-benar gak tau harus bersikap seperti apa kepada warga Jakarta saat ini, apalagi pengguna kendaraan bermotor. Tidak ada alasan untuk saya menuliskan keluhan tentang kemacetan Jakarta yang kian parah. Tetapi hari ini, tepatnya pagi ini saya jadi kesal, sangat kesal dengan perilaku pengguna motor di jalan.
Tidak bisa dipungkiri memang setiap hari Jakarta pasti macet, tetapi kemacetan tersebut akan lebih parah di hari Senin dan Jum'at. Hari ini adalah hari Senin, hari dimana semua orang yang bekerja memulai kembali aktivitasnya setelah menghabiskan libur pekan. Seperti biasa saya berangkat diantar oleh papa menggunakan motor. Perjalanan normal (dengan kemacetan Jakarta) dari Manggarai membutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk sampai ke Sudirman, akan tetapi karena sekarang adalah hari Senin, maka saya membutuhkan waktu tambahan sekitar 10-15 menit. Waktu yang cukup lama jika dibandingkan dengan jarak tempuhnya. Bisa dibayangkan jika saya naik bis atau mobil pasti akan sampai lebih lama. Naik kereta bukan option, karena kereta menuju stasiun Sudirman tidak sebanyak kereta Bogor-Jakarta.
Sebenernya apa sih yang membuat Jakarta itu sebegitu macetnya? Ya jumlah kendaraan yang membanjiri jalan raya sudah jelas. Tetapi ada beberapa point yang menjadi perhatian saya yaitu "kebudayaan lawan arus". Awalnya lawan arus ini tercipta karena para pengendara motor bajingan ingin mempercepat waktu perjalanan mereka. Menghalalkan segara cara untuk menghindari kemacetan. Tapi lama kelamaan banyak, oh saya ralat, sangat banyak sekali pengendara motor bajingan yang melawan arus di jalan yang bahkan tidak macet sama sekali. Mereka hanya tak ingin memutar di U-turn yang jelas2 jaraknya tidak lebih dari 1 km. Karena biasanya kalau macet mereka selalu melawan arus, dan ketika tidak macet mereka malas.
Awalnya saya hanya menilai perbuatan bajingan seperti itu adalah ulah dari para pengendaranya saja. Tetapi apa yang saya dengar sendiri tadi pagi ketika melewati terminal Manggarai membuat saya jadi berpikir. Untuk kalian yang belum tau, terowongan Manggarai yang dekat pintu air (yang lebih pendek) ditutup sejak tahun 2013 dikarenakan ada renovasi pembangunan pintu air Manggarai. Akibatnya arus kendaraan dari arah Ps. rumput ke Tambak menjadi kian menyempit, hanya tersedia 1 lajur. Sedangkan arah balik ada 2 lajur. Bisa dibayangkan betapa macetnya arah itu di jam-jam berangkat dan pulang kantor. Tak heran banyak orang yang memilih untuk berjalan dari terminal ke arah stasiun. Saya lihat banyak tukang ojeg yang menunggu penumpang di depan terminal, ini dia yang membuat saya tercengang, ketika saya masih mengantri di jalan karena macet, saya mendapati seseorang yang ingin menggunakan jasa ojeg dari terminal ke stasiun, orang tersebut memang tampak terburu-buru. Berikut percakapan antara calon penumpang (P) dan ojeg (O).
P: Bang, ke stasiun ya. Berapa?
O: Ayo neng, 7 ribu
P: Mahal amat
O: Ya kan muter neng, macet pula
P: Ya udah sih lawan arah aja, 5 ribu ya. Kl gak mau jg gapapa, saya cari ojeg lain aja.
O: *agak takut penumpang kabur* ya udah deh neng
Kesimpulannya, si Ojeg sudah benar, dia berniat untuk mengambil jalan memutar akan tetapi karena permintaan penumpang yang menginginkan lawan arus akhirnya Ojeg pun mengalah. Apakah masyarakat kita yang bukan pengendara motor juga sudah terkena budaya lawan arus? Sungguh tak habis pikir..
Semoga para pengguna motor bajingan itu mendapat ganjaran yang setimpal sesuai dengan perilaku biadab mereka. Amin.
country: indonesia,
diary