May 22, 2012 00:15
Seorang gadis duduk termenung menikmati keindahan lalu-lalang mobil di jalanan depan apartemennya. Ia merasa sedikit beruntung diberi waktu luang di sore ini, tak seperti sore yang sebelum-sebelumnya. Ia harus kuliah dan bekerja paruh waktu hingga matahari tak terlihat lagi di langit kota Fukuoka.
Namun, senyumannya terhenti. Tatapan matanya berubah. Ia tak lagi menikmati keramaian di luar sana.
------------------------------------------------------------
Sampai kapan aku terus menerus berada di dalam perasaan ini? Perasaan yang sebenarnya tak ada apa-apanya dibandingkan seluruh tugas yang kuterima dari dosen maupun bos kerjaku. Tapi, apa yang bisa kamu lakukan untuk seluruh tugasmu jika perasaan secuil ini menggerogoti hidupmu?
Ya, menurut orang-orang, aku terlihat sedikit berlebihan. Terikat dengan seorang 'Penpal elektronik' yang bahkan sampai sekarang aku belum pernah melihat wajahnya langsung. Lebih aneh lagi, aku bahkan tak pernah merasakan kedekatan ini di dunia yang berada nyata di depan mataku.
Huh...
Ini yang kubenci dari waktu luang ini. Aku harus capek memikirkan apa yang harus kulakukan untuk menghilangkan pikiran ini.
Tak sadar, mataku kembali melirik ponsel lipat putih yang berada di tepi meja di belakangku. Aku meraihnya dan kembali aku hadapkan badanku ke arah jendela.
Kulihat seluruh list email yang masuk ke ponselku. Puluhan email itu berasal dari teman kampusku dan juga teman kerja kafeku. Dan beberapa email tak penting dari sebuah komunitas yang kuikuti.
Hampir seratus list kulewati sampai akhirnya aku menemukan pesan terakhir darinya. seminggu yang lalu, dan itu membuat gerakan tanganku terhenti.
Bayangkan kawan, dengan melihatku seperti ini, apakah kamu menganggapku gila?
Tidak, aku tidak gila. Aku hanya kesepian. Aku hanya merindukan saat-saat aku bisa meluapkan segala isi hatiku padanya, dan ia membalasnya dengan hal yang serupa pula.
Mengapa di saat aku sangat membutuhkan nasihatnya ia tak datang? Padahal sebenarnya aku lebih senang email dari dia muncul ketika di saat saat kosong seperti ini, dibanding di saat aku berada di tengah keramaian, di tengah padatnya aktifitas yang kulakukan. Aku merasa di saat-saat inilah aku bisa lebih mengungkapkan segala yang muncul di pikiranku kepadanya.
Jalinan ini sudah sangat kuat, kurasa.
Hanya saja aku khawatir.
Perasaan ini sebenarnya bisa menjadi sayatan kecil di tengah-tengah jalinan tersebut. Yang jika sayatan tersebut berulan-ulang diberikan pada jalinan itu, jalinan tersebut akan putus, dan...
Yah, bisa dibayangkan sendiri kelanjutannya.
Aku membuka profilku. Kutuliskan sebuah kalimat yang secara tak langsung, yang kurasa sedikit ambigu, sedikit berlebihan, namun itu cukup menggambarkan perasaanku saat ini.
I am not yours
Ya, aku memang bukanlah orang yang terpenting di hidupnya. Dan mungkin aku bisa mengurangi rasa harapku untuk menjadi orang yang penting di hidupnya. Karena aku sendiri tak pantas untuk menerima itu. Sangat tak pantas.
Aku bahkan tak ada apa-apanya dibanding sahabat nyata yang ia miliki, yang memiliki keberuntungan untuk bisa berkumpul dan berbicara langsung dengannya.
Dan aku pun bisa bebas menggunakan perasaanku ini pada siapa saja. Karena aku pun bukanlah orang yang paling penting di kehidupan mereka...mereka yang telah bertatap muka denganku.
Aku hanya sendiri, dan aku akui itu.
------------------------------------------------------------------------------------
1 minggu berikutnya...
Tak terasa aku berhasil menutup perasaan kalutku yang lalu. Dengan kesibukanku aku bisa perlahan kembali menjadi diriku yang sebenarnya, sebelum aku terhanyut dalam dunia imajinasiku.
Kuputar gagang pintu kamarku, dan pintu pun terbuka. Kuhempaskan tas ransel yang hampir sejam membebani punggungku. Lalu, pintu kamarpun kututup.
Waktu telah menunjukkan pukul 11 malam. Seperti biasa, aku baru memasuki kamarku ini di jam-jam seperti ini.
Aku berjalan menuju dapur. Segera kubuat teh hangat untuk memulihkan suhu badanku. Musim gugur kali ini memberikan efek yang luar biasa pada tubuhku. Kuharap esok demam tak menghampiriku.
Selagi menyesap teh yang kubuat, pikiranku langsung tertuju kepada ponsel yang sedari pagi tak kualihkan posisinya dari dalam tasku. Ya, aku mencoba tak memikirkan email-email itu lagi.
Namun kuakui, aku masih penasaran dengan email darinya. Apakah aku masih bisa mendapatkannya?
Jari-jariku dengan cepat membuka inbox. Ternyata benar. Ia membalas semua email yang telah kukirimkan padanya sebulan yang lalu.
Dan, satu email darinya membuatku tersenyum.
Statusmu itu pastinya bukan untuk saya. Ya kan?
Aku masih tersenyum. Hingga berkali-kali aku membaca email itu, aku masih tetap tersenyum. Namun, aku sendiri tak tau arti senyumku saat ini apa.
Iya, kau benar. Itu bukan untukmu. Setidaknya setelah aku membaca email terbaru darimu.
Dari awal aku sudah tau, ia paling pintar untuk memulihkan perasaanku, bahkan perasaan kecewaku padanya. Ya, dia benar-benar mampu menghapus rasa sedihku dan kesalku. Dia berhasil membuatku lupa, atas rasa kecewaku yang begitu dalam sebulan yang lalu.
Walaupun begitu...
Entahlah, kurasa statusku itu masih pantas untuk berada di profil emailku. I am not yours
sad,
slice of life