My hey say JUMP fanfiction (Chinen Yuri)

Jun 26, 2014 14:19

Title   :JUST FOR YOU

Author : Trina Damayanti

Type   : one shot

Rating : G

Genre : Romance

Casts : Chinen Yuri, Rin mamoru (OC), Chinen Nagisa (OC)

“Kiritsu, Rei” suara parau yang terdengar sedikit imut itu berasal dari ketua kelas mereka, ketika gurutelah memasuki ruangan.

Tahun ini telah menjadi tahun ke 2 Chinen Yuri menjadi ketua kelas di SMA Horikoshi, meski memiliki fisik yangtidak mencerminkan seorang ketua kelas karna badannya yang terbilang kecil dibanding teman - temannya, dan wajah yang manis. Tapi Chii, begitu ia biasa dipanggil tetap dipercaya teman-temannya menjadi ketua kelas karena kecakapan, dan kepintarannya.

“Dare…?” batin Chinen melihat sesorang yang berdiri didepan kelas

“Eee.. kali ini teman kalian bertambah satu, semoga kalian dapat bekerjasama dengannya” Kata Wali kelas mereka

“Rin Mamoru desu, yorosiku onegaishimasu.” Gadis dengan rambut teruntai lurus ke bahu itu tersenyum manis

“Kawaii..”suara gaduh terdengar di dalam kelas, maklum saja Rin mempunyai paras yang cantik dan mata yang besar tidak seperti orang jepang kebanyakan

“Chinen Yuri desu, aku ketua kelas disini. Yoroshiku Rin-chan” Chinen berdiri dan memperkenalkan diri

‘Deg’ Rin sedikit tersontak dan menunundukan sedikit kepalanya membalas salam

Beberapa hari telah berlalu, Rin sudah bisa membiasakan diri dari lingkungan barunya, termasuk berteman dengan Chinen yang pemalu pada orang yang baru dikenalnya. Tapi kali ini Chinen dan Rin mudah untuk saling mengenal. Rin menganggap Chinen sebagai rivalnya dalam pelajaran, begitu juga sebaliknya. Meskipun begitu teman teman sekaelas melihat mereka lebih seperti sepasang kekasih.

“Hey…. Chii kun!!!” Rin melambaikan tangannya ke arah Chinen dari depan pintu masuk kantin

“Yo!!” chinen melirik Rin dan membalas panggilannya sebari setengah mengangkat tangan

“kau tau kan kita ada pelajaran olahraga minggu depan?” tanyanya begitu sampai dihadapan Chinen dan duduk di seberangnya

“he…hemm..” mengangguk - ngangukan kepalanya sambil tetap menyedot susu stroberi yang dibeli dikantin tadi

“pulang sekolah temani aku membeli sepatu olahraga ya?” pinta Rin dengan senyum lebarnya

Chinen melirik ke arah Rin lagi, beberapa detik Chinen masih memandanginya, dan kemudian tersadar

“Baiklah” kemudian tersenyum membalas senyum Rin tadi.

Bel pulang sekolah telah berbunyi, anak - anak berhamburan keluar kelas. Rin menunggu Chinen didepan kelas yang masih memastikan keadaan kelas ditinggal dalam keaadaan rapi.

“ayo Rin chan…” ajak chinen setelah menutup pintu kelas

“mmm..” balas Rin dengan senyum semangat

Setelah mereka sampai dipusat perbelanjaan, mereka terlihat keluar masuk beberapa toko olah raga mencari harga dan model yang pas untuk Rin. Sampai Rin mendapatkan sepatu yang diinginkan disalah satu toko.

“aku pilih yang ini saja…” mengambil salah satu sepatu dari beberapa deretan lainnya

“sepertinya ini cocok untukmu..” Rin menyodorkan sepatu lainnya kepada Chinen

“Ah… Tidak usah, aku sudah mempunyai banyak yang seperti itu”

Rin mengerutkan alisnya “ehhh… kukira kau belum mempunyai perlengkapanolahraga!!”

“Kau tidak tau, aku ini kan atlet lari skolah kita” Chinen sedikit menyombongkan diri

“Begitukah…?!, Sugoii” puji Rin

“kenapa kau tidak mengatakannya?” lanjut Rin

“jika aku mengatakannya, kau pasti tetap memaksaku untuk mengantarkanmu, iya kan?” jawab Chinen, sambil melepas senyum nakalnya

“EEHH… kenapa kau berbicara seperti itu, apa aku seperti orang yang suka memaksa?” Rin tampak cemberut dan berjalan menjauh mendahului Chinen setelah membayar belanjaannya

“Rin chan… apa kau marah?”berlari menyusul Rin

“Aku minta maaf” Seketika Chinen telah berada dihadapan Rin dan memotong langkahnya

“Gomen ne” pintanya sekali lagi dengan wajah menyesal

Rin memalingkan wajahnya, membuat Chinen lebih merasa bersalah

“Baka…mana mungkin aku semudah itu marah padamu” ejek Rin dengan menjulurkan lidahnya

Chinen menyengirkan giginya merasa telah ditipu juga tersirat wajah lega nampak pada raut mukanya

“mmm..bagaimana jika kita ke kedai es cream?” Chinen mengalihkan topik pembicaraan

“Dimana?” tanya Rin yang nampak setuju

“Tidak jauh dari sini”

“Baiklah”

….

“Itu Rasa apa?” Rin menunjuk eskrim 3 tumpuk milik Chinen

“Stroberi…Rasa favoritku” sambil menyuap sesendok eskrim ke dalam mulutnya

“makanan favoritmu itu stoberi, iya kan? “ Rin meyakinkan pernyataannya karena telah beberapa kali memergoki Chinen memakan Stroberi

“Kau benar, kalau kau suka rasa apa?” Chinen bertanya balik

“Aku suka semua rasa,”

Chinen terdiam sesaat

“mmm..begitu., tapi apakah kau benar - benar tidak mempunyai satu rasa yang paling kau sukai”

“Tidak, aku menyukai semua rasa”

Chinen menaruh sendok es creamnya ke dalam mangkuk didepannya dan menatap mata Rin

“Rin chan… ternyata kau memiliki banyak sisi yang menarik seperti seseorang yang aku kenal, aku jadi ingin lebih mengenalmu Rin chan” Suara Chinen yang menyebut nama nya membuat Rin merasa gugup, tidak biasa Rin merasa seperti ini. Sudah biasa baginya Chinen menyebut namanya, tapi kali ini yang membuat berbeda adalah pandangan mata Chinen. Sempat tenggelam dalam hayalannya, Rin tersadar dan berusaha menutupi rasa gugupnya

“tapi siapa maksudmu dengan orang yang mirip sepertiku?”

“itu rahasia”

“baiklah, aku tidak memaksamu, kalau menurutku kau juga ternyata memiliki banyak hal yang menarik, kau pintar di dalam pelajaran dan ternyata kau adalah atlet lari penyuka stroberi, aku jadi ingin semakin mengenalmu” Rin tersenyum

“sebutan apa itu?, atlet lari penyuka stroberi?” protes Chinen dan langsungmengoleskan sisa es krimnya ke hidung Rin

“Hei…. Chii kun” Rin mengeluh. Rin mencoba melakukan hal yang sama pada Chinen. Tapi malah Hidung Rin terkena es cream untuk kedua kalinya.Sesekali perempuan itu meneriaki nama Chinen dengan suara imut khas orang Jepang, menyadari tingkah mereka yang seperti ank kecil mereka hanya tertawa bersama - sama.



Sejak saat itu hubungan mereka semakin dekat, mereka selalu melakukan hal bersama -sama, sampai mereka merasa saling cocok dan memutuskan untuk pacaran…

….

“chizu” di bawah pohon yang rindang chinen memberi aba - aba akan segera memotret wajah mereka di handphonenya

“hountouni kawaii” puji chinen yang jemarinya asik menggeser - geser layar handphone touch sreennya yang penuh dengan foto mereka berdua, sementara Rin hanya tersipu malu

“sini, aku juga mau lihat” Rin merampas handphone chinen, yang telah mengakhiri rasa malunya tadi

Bola Mata Rin yang besar asik melirik kemana - mana, Rin tersenyum senyum sendiri melihat foto mereka berdua . Sampai Rin berhenti pada sebuah foto Chinen dengan seorang gadis yang mirip dengan Chinen

“Chii kun, siapa dia?” menunjuk foto gadis yang tersenyum manis sambil dipeluk Chinen

“dia Chinen Nagisa, adikku” Tatapan Chinenpun berubah, tatapan penuh kenangan

Rin terdiam beberapa saat, lalu melanjutkan pertanyaannya

“sekarang dia sekolah dimana?”

“adikku tidak sekolah lagi… karena dia sudah meninggal” Chinen tetap berusaha untuk terlihat tegar, meski harus memendam rasa perih akibat bekas luka yang kembali terbuka, sementara Rin hanya terdiam terpaku.

“aku ke toilet dulu ya?!” Rin meminta izin dan berlari ke arah toilet sekolah setelah Chinen menganggukan kepalanya.



Di toilet Rin membasuh wajahnya dan menatap cermin, air mata mulai mengalir dipipi kanan dan kirinya

“ Nagisa chan… apa yang harus aku lakukan?” Rin mulai terisak, Dan memori beberapa tahun lalubangkit mengingatkanya



‘Hahahaha… Rin chan, kochi - kochi’ dua oraang gadis asik berlarian ditepi pantai

‘mite…mite’ salah seorang gadis menunjukan apa yang dibawanya

‘haah kirei… sugoi Nagisa chan’

Rin yang masih didalam toilet menutup wajahnya dengan telapak tangannya, mencoba menahan ledakan kesedihan yang dialaminya, tapi usahanya sia - sia, Rin menyenderkan badannya di dinding toilet, kemudian memorinya kembali muncul dan mengingatkannya

‘Ne Rin chan…, aku ingin kita selalu tersenyum seperti ini, memberikan senyum pada orang - orang yang kita sayangi. Kau memberikan senyummu untukku, dan aku memberikan senyumku untukmu, bukankah itu hal yang menyenangkan?’ Nagisa tersenyum ke arah Rin

‘tentu saja’ jawab Rin mantap dan membalas senyum Nagisa



Rin yang kini telah tumbuh dewasa menghapus air mata dipipinya, ia mengambil handphone dari saku jasnya, mengetik sebuah pesan lalu pergi meninggalkan toilet.

“Tik…tik” Chinen yang masih menunggu Rin di bawah pohon tadi meronggoh isi saku jasnya dan mengambil Handphonenya

‘Maaf Chi kun aku ada urusan mendadak, jadi aku harus pergi tanpa sempat bertemu denganmu’, batin Chinen membaca isi pesan di handphonenya, kemudian mengetik sebuah pesan balasan.

“tik..tik” kali ini bunyi dari handphone Rin yang sudah berada di luar sekolah. Rin mengambil handphonenya dan membaca tulisann yang tertera dihandphonenya

‘Tidak masalah, aku memakluminya’

Rin terhenti sejenak, kali ini perasaannya kembali kacau… Rin tidak tahu apa yang harus ia katakan pada Chinen, bersiap dibenci Chinen dan mungkin janji pada Nagisa yang pernah terucap tak akan tercapai. Kedua pilihan itu membuat otak Rin dipenuhin benang kusut.

Pada akhirnya Rin memutuskan melangkahkan kakinya kedepan, berjalan cepat dan kemudian berlari menuju persimpangan dekat rumahnya



“Nagisa, aku sudah memutuskannya,” Rin berbicara sambil menatap langit persimpangan jalan itu

“tidak peduli resiko yang akan kuterima, aku akan mengatakan pada onichanmu bahwa..aku penyebab kematianmu” angin berhembus menghembuskan helaian rambutnya, tapi tidak tekadnya



Keesokan harinya, Rin mencari Chinen dilapangan sepak bola sekolahnya, setelah permainan berakhir Rin menghampiri Chinen dengan membawa sebotol air mineral untuk pacarnya itu.

Rin menatap Chinen dan memaksakan membuat senyuman dibibirnya

“kenapa hari ini kau terlihat berbeda?, apakah kemarin kau mendapatkan masalah?, Aku siap menjadi pendengarmu..” Chinen melontarkan beberapa pertanyaannya.

Rin menatap Chinen lagi, Chinen yang awalnya menyeder dipohon berdiri tegak setelah merasa keseriusan yang ada di dalam diri Rin.

“Chi kun..aku sebenarnya mengenal adikmu, walau sesaat tapi kami sudah berteman sangat baik, mungkin jika saja aku tidak melarikan diri dari rumah sakit” mata Rin mulai berkaca - kaca

“jika saja aku tidak mengatakan padanya jika aku ingin mati saat itu… mungkin dia masih menjadi sahabatku saat ini” setetes air mulai terasa hangat dipippinya

“aku tidak mengerti maksudmu” Chinen yang cerdas yang biasa memecahkan soal - soal sulit kali ini tidak bisa memecahkan teka - teki Rin

“A…aku adalah penyebab kematian adikmu” sekarang air mata itu deras mengalir dipipi Rin, Chinen nampak shock, matanya bergetar, hatinya terasa tertimpa beban berat, ia tak mampu mengatakan apapun, kaki Chinenpun mundur selangkah menjauhi Rin. Rin yang tidak sanggup menahan perasaannya menutup mulutnya, berusaha menekan teriakan yang ingin segera ia lepaskan…Tapi ia memutuskan untuk berlari menjauh dari Chinen.

Beberapa detik setelah Rin menghilang dari pandangannya, kali ini Chinen mulai sadar dari hayalan - hayalan tentang Nagisa. Chinen mencari sandaran pohon didekatnya dan duduk menunduk dibawah pohon itu.



Disisi lain Rin berlari menuju belakang sekolah untuk menenangkan diri.

“Bruak”.. suara itu berasal dari tangga jatuh yang tersenggol Rin, namun kali ini nasib sial menghampiri Rin, Tangga itu jatuh tepat menimpa badan Rin, Rin ingin meminta tolong, namun dengan cepat Rin kehilangan kesadaran.



“kali ini aku ingin mati saja, Ibuku akan segera meninggalkanku, dan harus tinggal bersama ayahku dirumah sunyi miliknya” kata Rin frustasi

Nagisa kemudian memegang bahu Rin

“Kau tidak perlu kesepian, bukankah aku sudah berjanji akan selalu memberikan senyum padamu?” Nagisa memamerkan senyum lembutnya dan membuat hati Rin sedikit lebih tenang.

Tapi ketenangan hati Rin tidak bertahan lama, saat mendengar kematian ibunya hatinya terasa pecah berkeping - keping , Bagi Rin ibunya adalah segala untuknya. ia tidak ingin tinggal bersama ayah yang hanya mementingkan pekerjaan melebihi apapun, saat ini Rin merasa ingin mati saja,

Rin berlari kesebuah persimpangan penuh kendaraan yang berlalu lalang, ketika sebuah truck hampir menabraknya, Nagisa dengan sigap mendorongnya ketrotoar, Dengan keadaan telah kehilangan keseimbangan Nagisa tersenyum ke arah Rin yang telah merelakan nyawanya untuk tertabrak truck.

Rin yang telah tertolong hanya duduk kaku melihat banyak orang mengerubungi mereka dan melihat mayat Nagisa terkapar di tengah jalan



Rin merasakan pening di kepalanya, ia melihat sekelilingnya dan menyadari kalau ia terbaring dirumah sakit.

Lagi-lagi Rin menangis” maafkan aku Nagi chan.. aku tidak bermaksud membuatmu terbunuh”

Rin yang Masih dalam keadaan terkerubung oleh perasaan menyesal, Tiba- tiba Pintu ruangan itu terbuka, seorang laki - laki muncul dengan senyumnya, laki - laki itu berjalan mendekati Rin

“Chinen kun” Rin tidak percaya Chinen ada disini bersamanya

“apa kau menangis lagi?”

Rin tidak menjawab

Chinen kembali berjalan mendekat dan duduk di bangku di samping tempat tidur Rin

Chinen mengambil sebelah tangan Rin dan tersenyum

“Maafkan aku membuatmu seperti ini, aku awalnya memang shock, tapi kematian Nagisa bukanlah salahmu” chinen mencoba mengubur rasa rasa bersalah Rin dengan pernyataannya ini.

Rin memejamkan matanya, berusaha menahan perih dihatinya

“…menolongmu, itu adalah perbuatan baik terakhir yang telah dipilihnya” lanjut Chinen sambil mengenang adik kesayangannya itu

“maksudmu?”

“Hanya jelang Seminggu sebelum waktu yang telah ditetapkan dokter untuk dapat hidup, tapi Rin memilih mendahuluinya untuk menolongmu”

Rin bungkam, masih mengira - ngira apa yang dimaksud Chinen

“jauh sebelum kecelakaan itu,… Rin telah divonis mengidap kanker getah bening” lanjut Chinen sambil berusaha terlihat tabah, padahal hatinya sedih, ingatannya tentang Nagisa bangkit setelah cukup banyak pengorbanan untuk menguburkannya

Mata Rin yang sebelumnya sayu, kini terbelalak kaget

“Apa?, tapi… kenapa?...kenapa?...Nagisa tidak pernah sedikitpun menceritakan padaku tentang penyakitnya ?”

Lagi…, Rin lagi - lagi menangis

Chinen kembali mengegam erat tangan Rin,isak tangis Rin memenuhi seluruh ruangan, tapi kali ini Chinen sudah diambang ketabahannya, disudut matanya telah meneteskan air mata

“tetap saja, jika aku tidak berbuat hal konyol itu, dalam waktu 7 hari dia masih bisa memberikan senyumnya pada orang - orang yang dia sayangi kan?” Rin melepaskan genggaman Chinen dan memeluk lututnya sambil menangis didalam rasa penyesalannya

“Rin chan.., apakah kau masih tidak mengerti Nagisa? “ Chinen bertanya balik

“Nagisa menaruh banyak harapan padamu, dia ingin semua harapan yang tidak dapat diwujudkan dalam hidupnya dilanjutkan olehmu dimasa depan…” Tegas Chinen

Rin terbangun dalam penyesalannya, kemudian menatap kearah Chinen

Alis mata Rin berkerut sedih“Tapi kenapa Nagisa tidak pernah menceritakan penyakitnya kepadaku?”

Chinen kemudian menarik tangan Rin kearahnya dan memeluknya “itu karena kau adalah orang yang penting baginya, ia ingin kau menjalani hari dengan sepenuh hati ,dan ingin menjalani sisa hidupnya denganmu tanpa ada rasa paksaan ataupun kasihan. Kau yang seperti ini bukanlah kau yang diharapkan Nagisa. Kematian Rin demi menolongmu adalah keputusan yang telah dibuat adikku, jadi tolonglah kuburkan rasa bersalahmu itu”

Pelukan Chinen bagaikan tempat yang sangat teduh untuk Rin melampiaskan tangisannya, tapi kali ini tangisan Rin adalah tangisan pengiklasan kepergian Nagisa, sahabat terbaiknya…

Masih dalam isak tangis Rin didalam pelukan Chinen yang begitu hangat, Chinen kembali mengutarakan isi hatinya

“ketika kau tersenyum aku melihat senyum adikku pada dirimu, senyum yang sama, seyum penuh ketulusan , aku yakin maksud yang pernah ia katakan untuk mengirimkan malaikat pengganti dirinya kepadaku adalah dirimu, Rin chan”



Beberapa hari lalu didalam kamar Rin hanya terdengar isak tangisnya, saat ini kamar sudah dipenuhi oleh suara canda tawa Chinen dan Rin

“kepalaku kan hanya terbentur sedikit, aku juga sudah tidak merasa sakit lagi, kenapa aku masih dikamar yang menyedihkan ini?” rengek Rin kepada Chinen yang menata bunga segar didekat jendela

“apa setelah kecelakaan itu kau menjadi bodoh?, meskipun begitu kau harus tetap menunggu hasil ronsen, apa kau sudah mengerti?” Chinen yang gemas dengan tingkah Rin langsung menyentil dahi perempuannya itu

“aoww, sakit tau..!!” Rin menepis tangan chinen dan mengusap -ngusap dahi bekas sentilan Chinen

Bukannya meminta maaf Chinen malah tertawa terbahak - bahak menertawai Rin



Rin dan Nagisa sedang bermain ayunan di taman, seperti biasa lengkungan manis selalu terpancar dari bibir mereka

“Rin chan… aku punya seorang kakak yang aku selalu ingin memberi dan menjaga senyumannya, apakah kau ingin berkenalan dengannya?”

“Tentu saja,…jika dia adalah orang yang berarti bagimu, berarti dia juga berarti bagiku”

Nagisa tertawa kecil

“Nanti pasti kau terpesona dengannya, dia seumuran denganmu, apalagi dia baik dan sangat tampan”

“benarkah..? kalau begitu cepatlah kenalkan aku padanya”



Hasil ronsen telah keluar, Rin dinyatakan dalam keadaan sehat,dan dia sudah boleh meninggalkan kamar rumah sakit yang membuatnya tidak betah itu, tapi Rin masih mengambil libur di sekolah. Sementara itu Chinen telah berjanji untuk setiap hari pergi kerumah Rin untuk mengajari pelajaran - pelajaran yang Rin tinggalkan.

Diruang tamu rumah Rin, nampak Chinen dan Rin yang sedang belajar ditemani dengan 1 es cream rasa stroberi dan 1 es krim aneka rasa, tapi Rin memotong keseriusan belajar mereka dengan mengalihkan pembicaraan ke topik lain

“setelah ini bisakah kau mengantarkanku ke makam Nagisa?, aku ingin berdoa untuknya”

Mendengar perkataan Rin, Chinen tersenyum dan mengusap - ngusap kepala Rin, dengan segera Rin menepis tangan Chinen dan memperbaiki rambutnya yang tadinya teracak - acak. Chinen hanya tertawa melihat tingkah lucu Rin

Sesampainya mereka didepan makam Nagisa. Rin menyiapkan makanan kesukaan Nagisa, termasuk es krim aneka rasa untuk persembahan dan kemudian berdoa bersama Chinen. Selesai berdoa beberapa saat Rin berdiri didepan makam Nagisa dan berkata dalam hatinya

“saat pertemuan kita dirumah sakit itu, tidak kusangka kita telah menjadi sahabat dengan sangat cepat, tapi aku ini sahabat yang sangat bodoh, bagaimana mungkin aku percaya jika kau menjenguk ibumu yang sakit padahal tidak terlihat wajah pucat nampak dari ibumu, malah sebaliknya…“ sesekali angin berhembus mengitari tubuh Rin dan Chinen seolah - olah seperti ada sambutan dari roh Nagisa

Masih dalam keadaan yang sama, Rin melanjutkan perkataannya“Nagi chan maafkan aku karena tidak menghadiri pemakamanmu, karena akudipaksa menjalani shock terapi keluar negeri oleh ayahku, aku benar - benar menyesal tentang hal ini. Dan… Terima kasih, kau telah mempercayaiku untuk melanjutkan harapanmu. Sekarang kakakmu sudah menjadi orang yang sangat penting untukku, dan seperti yang aku janjikan, aku akan selalu memberikan senyumku untuknya”

~OWARI~
Previous post Next post
Up