Disclaimer: They ar making out in my bathroom ot mine.
Warning : Not beta-ed, written by a rookie.
Comment : Written in Bahasa. I'm still a rookie at this world of writing thing so please be gentle with me. Critics and comments are loved :) [Taka-chan percaya sama Nii-chan?]
“Aku bilang berikan padaku!” Seorang bocah laki-laki mendorong keras bocah laki-laki di depannya hingga terjengkang.
“Apa kau tidak dengar apa yang Byou katakan, hah?” ucap bocah lain yang berdiri disamping Byou - bocah yang telah mendorong tersebut.
“Kazuki, ambil mobil-mobilannya!” perintah Byou pada bocah yang dipanggilnya Kazuki tersebut. “Kau tidak pantas main mobil-mobilan itu! Makanya berikan padaku! Kau lebih baik main bersama mereka!” lanjutnya sambil menunjuk sekelompok anak-anak perempuan yang sedang bermain rumah-rumahan di kejauhan.
“Tidak akan kuberikan!”
“Kemarikan!” Kazuki langsung berusaha merebut mobil-mobilan dari pemiliknya, namun bocah berperawakan kurus itu tetap memeluk mobil-mobilannya seakan benda itu adalah benda yang paling berharga yang dia miliki dan tidak akan dia serahkan sampai kapanpun.
“Tidak akan!”
Melihat Kazuki tampak kesulitan merebut mainan tersebut, Byou berjalan ke belakang ‘korbannya’ lalu memitingnya dari belakang.
“Akkhhhhh…… Uhukkk… Uhhuukkk…” teriak bocah itu kesakitan dan tersedak karena akses pernapasan terhambat karena pitingan di lehernya.
Tak sengaja teriakannya terdengar oleh seorang anak yang sedang lewat di depan taman itu dan membuatnya menengokkan kepala.
“Lepaskan dia!!!!” Terdapat seorang anak laki-laki yang terlihat lebih tua dari mereka bertiga berlari mendekat. Wajahnya yang tampan terlihat sangat menakutkan walaupun dari kejauhan.
“Cih, macan peliharaannya datang!” cibir Byou sambil melepaskan pitingannya. “Ayo Kazuki, kita pergi!” Duo preman cilik itu pun langsung pergi menjauh. Mereka tidak peduli bila harus dicap pengecut karena lari. Mereka hanya tidak ingin berurusan dengan macan yang lepas dari kandangnya. Lagipula mereka masih anak-anak
“Jangan lari kalian!” teriak ‘sang Macan’ sambil berlari berniat mengerjar duo cilik itu.
“Nii-chan, jangan!” Anak laki-laki yang dipanggil ‘Nii-chan’ itu langsung menghentikan niatnya mengejar preman cilik itu begitu sepasang tangan kecil melingkar di pinggangnya dari belakang.
“Nii-chan…. jangan…..” ucapnya lagi.
Shinji, anak laki-laki yang dipanggil ‘Nii-chan’ itu, dapat merasakan basah di baju bagian punggungnya. Ia tahu adiknya yang bernama Takashi sedang menangis.
“Taka-chan….” Shinji langsung memutarkan tubuhnya dan sedikit membungkuk sehingga dia bisa berhadapan dengan adiknya. “Shhh…. Jangan nangis. Lihat, cantik Taka-chan luntur kalo Taka-chan nangis.” Lanjutnya sambil menyeka airmata di pipi adik kesayangannya.
Takashi pun sebenarnya bingung kenapa dia menangis. Dia tidak pernah menangis di depan orang lain, apalagi anak-anak seperti Byou atau Kazuki yang sering membullynya. Dia merasa bila dia menangis hanya akan membuat pembully makin mengejeknya. Namun tangisnya pecah saat ‘macan penyelamat’nya datang.
“Udah…. Kita pulang yuk. Nanti Okasan cemas.” Shinji memutar tubuhnya lagi. Namun kali ini dia jongkok sambil menyodorkan tangannya ke belakang. “Naik.” perintah Shinji lembut.
Takashi langsung mendekatkan tubuhnya ke punggung Shinji. Dilingkarkan tangan kecilnya ke leher Shinji. Begitu Shinji merasa Takashi siap, dia lalu meletakkan tangannya di bawah paha Takashi dan berdiri. Berjalan santai menuju rumah.
“Taka-chan… Taka-chan selalu enteng sekali. Kapan mau gendutnya.” ejek Shinji tertawa.
“Baka no Onii-chan!” beberapa pukulan yang mendarat di bahu Shinji hanya dibalas dengan derai tawa dari si pemilik bahu.
***
Sesampainya di rumah, Shinji dan Takashi disambut dengan raut wajah kaget Okasannya.
“Ya ampun Taka-chan~ Apa yang terjadi?” tanyanya cemas sambil memeriksa seluruh tubuh Takashi. Lututnya sedikit robek hingga mengeluarkan darah, kulit lehernya yang biasanya putih samar-samar terlihat ungu lebam.
“Maaf, Okasan. Nii-chan gak ngejagain Taka-chan dengan benar. Nii-chan hari ini dapet tugas piket kelas jadi . . . ”
“Iie Okasan!!!” belum sempat Shinji menyelesaikan kalimatnya, Takashi sudah memotongnya. “Nii-chan gak salah. Taka-chan yang bandel. Nii-chan udah nyuruh Taka-chan langsung pulang, tapi Taka-chan malah maen di taman nungguin Nii-chan.” jelasnya.
Lalu Shinji pun mengantar Takashi ke kamar mandi di lantai 2 sebelah kamar Takashi. Begitu Takashi masuk kamar mandi, Shinji kembali ke Okasannya yang sedang di ruang keluarga - menyiapkan perlengkapan P3K untuk Takashi.
“Sini Okasan, biar Nii-chan aja yang ngobatin Taka-chan,” ucapnya sambil meminta kotak P3K yang dipegang Okasan.
“Nii-chan, apa Taka-chan begitu karena diganggu teman-temannya di sekolah?” terdengar nada khawatir di pertanyaannya.
“Okasan tenang saja. Kalau ada yang berani mengganggu Taka-chan, Nii-chan gigit!”
“Hahahaha… Nii-chan~ Nii-chan~…” Okasan lalu menunduk mengimbangi tinggi Shinji dan meletakkan tangannya di bahu kecil anaknya itu.
“Begini Nii-chan, walaupun Nii-chan berniat menjaga Taka-chan, tapi Nii-chan gak boleh menggigit orang sembarangan.” ucapnya. “Apalagi kalau lawannya lebih kecil” tambahnya sambil mengedipkan mata kanannya.
“Enggak Okasan~”
“Lohh Okasan benar kan? Nii-chan sudah kelas 4, sementara Taka-chan dan temannya masih kelas 2.”
Setelah menerima kotak P3K dari Okasannya, Shinji langsung menuju kamar Takashi. Dari luar Shinji dapat melihat Takashi sudah selesai mengganti pakaiannya karena pintunya tidak sengaja terbuka. Begitu Takashi melihat kakaknya di ambang pintu, dia langsung duduk manis di kasurnya. Shinji pun menghampirinya lalu berjongkok di depan Takashi.
“Taka-chan~” panggil Shinji sambil mengoleskan betadine ke lutut Takashi yang berdarah.
“Nani?”
“Mereka siapa?”
“Emmm….. Ano……. ” Takashi ragu-ragu menjawabnya.
“Taka-chan bisa cerita semuanya ke Nii-chan. Taka-chan percaya sama Nii-chan?”
“Sebenarnya Byou-kun dan Kazuki-kun gak nakal, cuma mereka mau ngambil mobil-mobilan Taka-chan tadi.”
“mobil-mobilan?” Shinji yang sudah selesai mengobati lutut Takashi beranjak duduk di samping Takashi, beralih mengoleskan salep ke lebam di lehernya.
“Iyaaa…. mobil-mobilan yang Nii-chan kasih pas Taka-chan masuk sekolah.”
“Ohhh,, itu… masih Taka-chan simpen?” tanyanya sambil membereskan kotak P3K yang sudah selesai digunakan.
“Tentu aja masih!!! Itu kan dari Nii-chan!!”
Shinji langsung menatap mata adiknya yang sedang membulat sempurna. Dia tidak menyangka Takashi masih menyimpan mobil-mobilan plastik yang dibelinya di emperan toko sebagai hadiah karena adik kesayangannya itu masuk sekolah.
“Iya… iya… Taka-chan~” katanya sambil mencubit hidung mancung adiknya. Takashi hanya bisa manyun mendapat cubitan dari kakaknya.
***
Tok…Tok…Tok…
Terdengar suara ketukan di pintu kamar Shinji. Pemilik kamar juga sebenarnya hampir terlelap karena jam sudah menunjukan pukul 10.00 malam, cukup malam untuk anak berusia 10 tahun. Dengan sedikit malas Shinji bangun dan berjalan menuju arah pintu. Ketika pintu telah terbuka tampak Takashi berdiri di depannya.
“Nii-chan~….”
“Taka-chan…. Hmmm… Ada apa? Hooaammmm” ucap Shinji setengah sadar.
“Nii-chan~…. Taka-chan boleh tidur di sini? Suara hujan bikin Taka-chan gak bisa tidur.”
“Heeeee…. Hujan??” ketika nyawanya telah terkumpul semua, samar-samar Shinji mendengar suara hujan di luar. Takashi memang sering kesulitan tidur bila keadaan di luar hujan. Biasanya dia akan berlari menuju kamar Okasan dan Otosannya untuk tidur bersama, namun malam ini tampaknya kamar mereka terkunci sehingga Takashi tidak dapat masuk.
“Hai. Ayo tidur.” Shinji mengulurkan tangannya yang langsung disambut oleh Takashi, lalu berjalan menuju kasur. Disuruhnya Takashi naik ke kasur terlebih dahulu agar adiknya tidur di pojok kemudian diikuti olehnya. Diselimutinya tubuh Takashi sebelum menyelimuti dirinya sendiri. Langsung saja kedua anak itu tertidur saling berhadapan dengan damai.
Keesokan paginya, Okasan terkejut karena melihat anak keduanya - yang seharusnya berada di kamar depan, sedang tertidur pulas bersama kakaknya. Ya, memang rutinitas setiap paginyalah membangunkan kedua anak yang sedang tumbuh itu untuk berangkat sekolah.
“Nii-chan~… Taka-chan~… bangun~~…..”
“Hmmmmm…..” bukannya bangun, kedua anaknya malah memiringkan badannya membelakangi Okasannya.
“Nii-chan~… Taka-chan~… ayo bangun~… sekolah~…”
“Hmmmm… Ohayou Okasan.” akhirnya Shinji bangun, walau masih terduduk di kasurnya sambil mengucek matanya yang belum terbiasa dengan matahari yang masuk ke dalam kamarnya.
“Ohayou… Taka-chan~… bangun~…” Okasan masih tetap berusaha membangunkan anak keduanya yang belum bangun itu.
Setelah nyawanya penuh, Shinji langsung turun dari kasurnya dan berjalan menuju kamar mandi yang berada di depan kamarnya.
“Taka-chan~…”
“Iyaaaaaaa~…” ucap Takashi yang setelah perjuangan panjang membangunkannya akhirnya bangun juga. “Ohayou Okasan.”
“Ohayou… Taka-chan kenapa tidur di sini?” tanyanya sambil mengambil selimut untuk dibereskan.
“Kemaren hujan. Taka-chan gak bisa tidur. Kamar Okasan sama Otosan dikunci, jadi Taka-chan gak bisa masuk.”
“Ohh.. I-Iya.. Mungkin Otosan tidak sengaja menguncinya.” suara Okasan terdengar sedikit aneh.
“Nee~… Okasan~… Taka-chan tidur ama Nii-chan terus aja yaaa…” rujuknya. “Taka-chan takut tidur sendiri.”
“Lohhhh… tapi kan…”
“Gak papa Okasan. Taka-chan tidur di sini aja. Abis Taka-chan sering ngebangunin tengah malem minta ditemenin tidur.” potong Shinji yang telah selesai mandi dan mengambil seragamnya di dalam lemari pakaian di samping meja belajarnya.
“Ya… Okasan… Ya… Onegaiii~…” pinta Takashi.
“Baiklah, Okasan akan coba tanya dulu ke Otosan, boleh atau tidak.”
“Pasti boleh! Arigatou Okasan.” ucap Takashi sambil menarik baju Okasannya dan mencium pipinya. Kemudian dia buru-buru turun dari tempat tidur dan menuju ke kamar mandi.
***
“A... Ga… Saga!!!!!” teriak Hiroto di depan muka Takashi.
“Apaan sih Pon! Bisa budek nih!!!” Takashi memasang wajah jutek ke teman mungilnya sambil mengorek-ngorek kupingnya. “Hee… Apaan tadi? Saga?” tanyanya ketika sadar dirinya dipanggil ‘Saga’ oleh teman sekelasnya di Alpha Junior High itu.
“Lo gak tau? Lo kan dipanggil ‘Saga’ ama anak-anak cewek.” terangnya sambil mengambil bangku lalu duduk berhadapan dengan Takashi.
“Apaan tuh Saga?”
“Dari yang gue denger sih artinya kupu-kupu. Katanya lo tuh kayak kupu-kupu. Cantik tapi rapuh. Cieeeee… gue curiga elo beneran adeknya Tora-senpai bukan sih?” ejek Pon sambil mencolek-colek dagu Takashi.
“Apa-apaan sih lo!!” Takashi menepis tangan Hiroto yang sedang mencolek dagunya. “Lagian gue cowok. Masa’ dibilang cantik.” lanjut Takashi sewot.
“Tapi dengan begitu, abang lo aman, kagak ada yang berani ngedeketin.”
“Nii-chan?”
“Iye~… Mereka minder. Mereka bilang elo tuh terlalu cantik, lawan yang berat buat mereka.”
“Heeee… honto?” Takashi pun langsung termenung. Entah mengapa dia merasa sedikit senang karena Nii-chan nya ‘aman’.
“Tapi tetep ya, adaaa aja yang nekat nembak abang lo.” Ucap Hiroto tiba-tiba.
“Ehh?”
“Kemaren gue ama Shou ngeliat abang lo di belakang gedung sekolah. Kagak kedengeran sih ngomong apa, soalnya kita di semak-semak, tapi tu cewek langsung lari sambil nangis-nangis pas abang lo geleng-geleng.” jelas Hiroto panjang lebar.
Takashi kembali termenung. Nii-chan nya memang terkenal tampan dan pintar. Bukan hanya pintar di bidang akademik, tetapi juga di bidang lainnya seperti olahraga dan kepemimpinan. Tidak heran dia sampai dipanggil ‘Tora’ oleh hampir seluruh warga sekolah karena badannya yang atletis dan sikapnya yang cool seperti macan. Dan ketika dirinya mencalonkan diri menjadi ketua OSIS pun langsung disambut baik oleh teman-teman bahkan guru-guru di sekolahnya walaupun saat itu dia baru kelas 1. Namun tampaknya untuk pemilihan tahun ini dia tidak akan mencalonkan dirinya lagi karena ingin fokus menghadapi ujian sekolah dan ujian masuk SMA. Tapi kemudian sesuatu menyadarkannya kembali ke dunia nyata.
“Lah… elo ngapain di semak-semak belakang sekolah ama Shou-senpai?” tanyanya. Yah, walaupun sebenarnya Takashi tahu apa yang sedang dilakukan teman dan senpainya itu. Dia hanya ingin menggoda teman yang dipanggilnya ‘Pon’ itu.
“Hehehehe… kayak gak tau aja lo…” ucap Hiroto sambil memamerkan giginya.
***
Alpha Junior High, tempat Takashi dan Shinji menuntut ilmu, merupakan salah satu sekolah elit di Tokyo yang terdiri dari sekolah tingkat dasar, menengah, dan atas. Selain karena memang kualitas akademis yang telah terakreditasi A, banyak siswanya yang berasal dari keluarga menengah ke atas. Gedung Alpha Junior High sendiri terdiri dari 4 lantai: lantai 1 untuk ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang administrasi, aula dan beberapa ruang untuk kegiatan ekstrakurikuler di bagian belakang; lantai 2 untuk ruang kelas 3 dan kelas 2, lantai 3 untuk ruang kelas 1 dan beberapa ruang untuk kegiatan praktek seperti ruang musik atau memasak; dan lantai 4 untuk atap. Di depan gedung terdapat lapangan yang sengaja didesain seperti stadion olahraga - rumput hijau di tengah dengan lintasan lari disekelilingnya. Di belakang gedung terdapat kolam renang yang berbatasan dengan taman mini Alpha Senior High. Karena masih satu yayasan Alpha Gakuen, siswa berprestasi di Junior High akan langsung diterima di Senior High tanpa melalui tes masuk.
Saga kini tengah berjalan di lorong lantai 2 untuk mengajak kakaknya pulang bersama. Kakak-beradik itu memang sudah dari sekolah dasar selalu berangkat dan pulang bersama. Sesampainya di depan pintu kelas 3-A, Takashi melongok ke dalam, namun tidak terlihat siapapun di dalam ruang kelas tersebut.
“Hmmmmm….” terdengar sebuah desahan pelan dari dalam ketika Takashi hendak pergi. Ia pun membalikkan badannya lagi dan masuk ke dalam ruang kelas menuju sumber suara.
“Ehemmmm…” Takashi sengaja berdeham untuk memberitahukan ‘duo mesum’ di depannya tentang keberadaannya.
“Ahh… Saga!!” pekik Hiroto saat mendapati Takashi sedang memergokinya sedang bersama Shou-senpai, kekasihnya, - lagi. Kohara Kazamasa, atau yang biasa dipanggil Shou ini adalah kakak kelas Takashi dan Hiroto serta teman sekelas Shinji. Diluar, ia terlihat cool dan sopan dengan sikapnya yang terkesan 'menahan' diri. Namun, bila sudah bersama Hiroto, ia langsung berubah menjadi dirinya sendiri yang ternyata sama 'gila'nya dengan Hiroto. Takashi memang sering memergoki mereka sedang berduaan entah sedang berpegangan tangan, berpelukan, berciuman, atau bahkan lebih dari itu. Oleh karena itu dia sudah terbiasa melihatnya.
“Senpai tahu dimana Nii-Chan?” tanyanya santai.
“Tora? Dia sedang ada rapat OSIS dadakan.”
“Oh... trus kenapa Senpai gak ikutan rapat?”
“Ano… aku ada urusan penting, jadi aku ijin rapat hari ini. Hehehehe.” kilahnya sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Diliriknya Hiroto yang sedang membetulkan kancing bajunya.
“Hemm.. Bisa kulihat kok ‘urusan’mu dengan Pon.” sindirnya. “Baiklah, aku pulang duluan. Jaa na….” sambungnya langsung beranjak pulang.
***
“Tadaima~…” seru Shinji pada Takashi yang sedang tiduran di kasurnya sambil membaca komik.
“Okaeri Nii-chan.” Takashi pun meletakkan komiknya dan beranjak duduk. “Nii-chan~… bantu aku mengerjakan PR.” pintanya.
Setelah meletakkan tas sekolahnya di meja belajar, Shinji berjalan menuju kasurnya sendiri yang bersebrangan dengan kasur adiknya dan merebahkan tubuh lelahnya. “Mana sini.”
Takashi lalu beranjak menuju meja belajarnya dan mengambil buku dari tas. “Matematika. Susah banget, Nii-chan.” ucapnya sambil menghampiri kakaknya.
Keakraban Shinji dan Takashi memang sudah terjalin bahkan sebelum Takashi lahir. Shinji sering kali mengelus-elus perut Okasannya ketika Takashi masih berada di kandungan. Shinji juga selalu menjaga adiknya itu dari mara bahaya, termasuk teman-temannya yang nakal. Dan sejak kejadian pada malam hujan ketika Shinji berumur 10 tahun dulu, kakak beradik itu sengaja ditempatkan di dalam kamar yang sama. Oleh karena itu keakraban mereka makin terjalin kuat karena mereka sering bersama, entah untuk belajar, bermain game, membaca komik, atau sekedar tidur di kasur masing-masing. Namun, siapa yang akan menyangka jika keakraban itu berubah hanya karena peristiwa satu malam yang tidak pernah terlintas dipikiran kedua anak yang sedang tumbuh remaja tersebut.